Rabu, 14 Juni 2017

Going to "MENYAPIH"


Belakangan saya galau, sedih dan senang menjadi satu, perasaan yang tidak jelas ketika ingat kalau putra saya, Gaza Al Fatih akan berusia 2 tahun di 3 Syawal mendatang. Senang karena Alhamdulillah Allah beri saya kesempatan bersama Gaza sampai usianya sekarang, tapi juga sedih karena kalau Gaza sudah 2 tahun itu tandanya saya harus segera menyapihnya. T__T


Saya menulis ini sambil menghela nafas panjang dan dengan mata berkaca-kaca (mungkin semua ibu akan merasakan yang sama ketika ada di posisi saya). Ya saya ingat bagaimana pertama kali saya berjumpa dengan Gaza, belum melihat wajahnya secara langsung pun saya sudah sayang dengannya. Hanya mendengar detak jantungnya saja sudah membuat saya rindu. Tiap bulan saya tak sabar untuk melihat Gaza walaupun itu dengan perantara alat. Semakin bertambahnya bulan, semakin bertambah pula tingkah Gaza di perut saya, ia menendang2 perut saya tapi saya senang mendapat tendangan itu, ia merespon ketika saya ajak bicara atau ketika saya menyentuh perut yang menjadi dinding pembatas kami. Saya bahagia…..


Dan tibalah waktu untuk bertemu secara langsung, malam itu di saat sebagian besar orang tertidur lelap, saya sedang di ruang bersalin. Dengan penuh rasa kantuk, saya dan suami beserta bidan berjuang agar bisa bertatap muka denganmu, nak. Itulah pertama kali bunda menatap langsung wajahmu. Rasa kantuk langsung hilang, bahagia tak terhingga melanda hati. Kami bahagia…..


Pun perjuangan menyusui Gaza. Saya, orang tak berilmu, tak cukup bekal soal menyusui tiba-tiba harus menyusui anak saya. Saya ga tau harus ngapain. Saya hampir frustasi karena merasa tidak bisa. Tapi saya mau berjuang agar Gaza bisa menyusu langsung dengan saya, berjuang agar Gaza mendapatkan haknya untuk memperoleh ASI Eksklusif, berjuang agar saya tidak perlu khawatir dengan cibiran orang karena saya keukeuh dengan ASI. Dan Alhamdulillah berkat support  suami, semuanya bisa kami lalui. Alhamdulillah…..


Suami saya tak henti mensupport keputusan saya untuk memilih ASI. Beliau pulalah yang terus mencari informasi seputar ASI, cara menyusui, ASI Perah, mencari tempat penyewaan freezer khusus ASI, bahkan sampai makanan yang bisa menjadi booster ASI. Dan pada saat pemilihan breast pump di saat Gaza belum lahirpun, suami sayalah yang memilihnya. Tak lupa beliau pulalah yang selalu menjaga mood saya agar terus happy, agar anak kami bisa terus merasakan disusui dengan perasaan bahagia dari ibunya. Saya dan suami bahagia…..


Perjalanan menyusui Gaza memang tidaklah mudah, berada di tengah ibu2 yang praktis membuat saya emosi. Mereka dengan mudahnya merekomendasikan merk susu formula di hari pertama saya pulang ke rumah. Saya dianggap tidak sayang dengan bayi saya karena saya membiarkan dia belum disusui. Saya dianggap terlalu idealis terhadap ASI karena ASI saya belum keluar dan bahkan belum tentu ada.


Saya emosi dengan mereka. Bagaimana mungkin mereka yang baru pertama kali bertemu dengan saya langsung begitu saja mencap saya, memaksa saya. Saya mengakui kalau saya idealis karena saya sangat meyakini bahwa Allah akan memberi sesuatu yang baik yang diusahakan dengan kuat oleh hambanya. Alhamdulillah support dan lindungan suami dan Allah yang membuat saya bisa melalui ini semua.


Sekarang tepat di usia Gaza hampir 2 tahun ini, kembali saya flashback. Bagaimana saya yang dulu hanya bisa menyusui Gaza di atas armchair, tanpa armchair/sofa lecek di rumah ibu mungkin saya tidak bisa melaluinya. Dulu saya diajari menyusui dengan posisi tidur oleh sepupu saya, yang belakangan saya baru tau kalau menyusui sambil tidur berarti saya mengurangi bonding “menatap mata” dengan bayi saya karena ketika bayi saya menyusu saya malah terlelap dalam tidur saya. Saya teringat ketika pulang kerja seringkali suami saya memberikan surprise kecil yaitu membawa cake, cokelat, dan oatchoco cemilan kesukaan saya yang saya anggap sebagai booster ASI untuk saya.


Saya teringat ketika pertama kali ke kantor saya harus memompa sebanyak 4 kali selama berpisah dengan Gaza, menghasilkan 800ml-900ml atau bahkan pernah sampai 1 liter (walaupun itu cuma sekali) dalam 10 jam saya tinggalkan Gaza. Saya juga ingat ketika jam kampus saya harus izin dengan dosen untuk bersembunyi di mushola kecil demi menghasilkan beberapa ml ASIP untuk Gaza.


Gaza pun sejak pertama ditinggal kuliah lalu kuliah dan kerja menghabiskan ASIP sebanyak 8 botol bahkan pernah 9 botol dalam 10 jam, lalu terus turun menjadi 7 botol, 6 botol, beberapa bulan yang lalu menjadi 4 botol dan pernah pula jadi naik lagi menjadi 5 botol. Sampai sekarang di usia 23 bulan ini Gaza hanya menghabiskan 2 botol ASIP yang masing-masing berisikan 80ml.


Semakin besar usia Gaza berpengaruh pula dengan frekuensi mompa saya. Frekuensi mompa pun semakin berkurang dari 4 kali menjadi 3 kali,2 kali, dan di bulan ke 23 ini hanya 1 kali. Hasil pompa pun semakin sedikit dari 900ml menjadi 700ml-800ml lalu 500ml-600ml terus turun lagi menjadi 400ml lalu 300ml sampai sekarang saya hanya membawa 2 botol kecil berisi 140ml-160 ml di usia 23 bulan ini. Dan saya sudah berjanji untuk berhenti mompa sampai selesai waktu kerja di Ramadhan tahun ini. Insyaallah 21 Juni atau 27 Ramadhan nanti terakhir kalinya saya mompa di kantor untuk Gaza.


Daaaaaaan kami akan mulai memasuki fase “menyapih”. T__T


Saya sudah mendengar curhatan beberapa ibu yang mengalami kesulitan ketika menyapih. Entah itu ibunya yang ga tega atau anaknya yang ga mau. Tapi Gaza ketahuilah naaaaak menyapih itu bukan berarti tak sayang, justru karena bunda sayang lah maka bunda harus menyapih. Menyapih bukan karena tak rindu, justru dengan menyapih bunda akan semakin merindumu. Menyapih bukan karena mau berpisah, justru dengan menyapih bunda ingin terus memelukmu ketika tidur dan terjaga. Menyapih bukan karena benci, namun dengan menyapihlah bunda mengikuti perintah Allah, Tuhan kita, yang insyaallah akan selalu menyayangi bunda dan Gaza.


Semoga Allah memberikan bunda dan Gaza kekuatan, kepercayaan satu sama lain. Semoga Allah memudahkan prosesnya. Aamiin T____T

Bunda sayang Gaza…